JIWA DAYA KODRAT 3
Daftar Isi
BAGIAN 10
Jiwa Kodrat Muda
Ilmu Bukan Buat Menang
![]() |
Saat kang Ujang bertemu Ningsih,Ada Cinta di antar keduanya. |
Ada tiang bambu untuk keseimbangan.Ada lapak rotan untuk kuda-kuda.Dan ada papan kayu lebar bertuliskan tangan:“Pelatihan Kodrat Muda,Gratis untuk Anak Pasar.”Kang Jiwo berdiri di tengah halaman.Pakai baju biasa, kaki telanjang, dan tangan bersedekap.
Di depannya, lima anak laki-laki dan dua perempuan berdiri kaku.Umurnya 9 sampai 14 tahun.Baju mereka beda-beda, tapi semangatnya sama: mereka ingin bisa melindungi, bukan menguasai.
Darsan berdiri di samping, jadi asisten.Dia pegang ember air dan serbet.Sesekali nyengir sendiri lihat bocah yang jatuh karena kuda-kuda belum seimbang.“Ilmu Daya Kodrat ini bukan buat sombong,” kata Jiwo pelan.“Siapa yang mau gagah-gagahan, silakan keluar.Tapi siapa yang mau belajar sabar,
belajar jadi kuat bukan untuk menyakiti,maka ayo... mulai dari napas.”
LATIHAN PERTAMA : JURUS TARIK INTI
Anak-anak diajari menahan napas sambil menarik tangan ke belakang,melatih gerakan seperti menyedot beban dari udara.Tujuannya?Melatih hati, bukan otot.“Kalau kamu bisa tarik napas dalam keadaan marah,berarti kamu lebih hebat dari orang yang bisa pukul sepuluh lawan,” kata Jiwo.
Suatu hari tantangan datang...
Seorang remaja datang.Badannya besar, wajahnya mirip Ujang waktu muda.Namanya Parjo, murid preman luar pasar.“Nggak usah sok ngajarin silat di sini, Mas! Anak-anak butuh uang,bukan jurus!” katanya sambil nginjek papan latihan.
Anak-anak ketakutan.Darsan melangkah maju, tapi Jiwo angkat tangan.Jiwo mendekat pelan.
Lalu berdiri pas di depan Parjo.“Kau bener. Mereka butuh makan. Tapi mereka juga butuh ilmu biar gak jadi kayak kau...”BRUKK!! Sekali gerakan lembut, Jiwo menjatuhkan Parjo pakai jurus “Lenting Dada Kodrat”.
Bukan untuk menyakiti.Tapi bikin Parjo malu sendiri.Dan anehnya... dia gak marah.Malah duduk ikut nonton sampai selesai.
Hari demi hari, latihan makin ramai.Anak-anak mulai disiplin.Mereka bukan cuma bisa bertahan,tapi juga bisa bantu warga: angkat dagangan, jagain ibu-ibu,bahkan bantu nenek-nenek nyebrang jalan.
Ilmu Daya Kodrat berubah jadi gerakan pasar.Dan Jiwo jadi pusatnya.Tanpa papan nama. Tanpa yel-yel.Cuma niat lurus dan langkah tenang.
PERTEMPURAN JURUS DAYA KODRAT
Bagian 11
Kabut Hitam dari Luar Kota
Hari itu pasar mendung, bukan karena cuaca...tapi karena tamu yang tidak diundang datang dari barat.Lima orang berbaju hitam masuk ke tengah pasar.Jurusnya kasar. Tatapannya dingin.Mereka bukan preman. Tapi... kelompok silat jalanan yang dengki pada nama “Daya Kodrat”.
Pemimpinnya: Gino Langit Kelabu Pernah jadi saudara seperguruan ayah Jiwo, tapi keluar karena ilmunya ditolak.Alasannya: niatnya tak lurus.Dan sekarang, Gino datang dengan niat menghapus Jiwo dari pasar.
“Kau pikir dirimu paling benar, Jiwo?Mengajari anak-anak main silat? Ilmu warisan harus dijaga, bukan diumbar di pinggir jalan!”Kang Jiwo berdiri tenang di depan warung sayur.Warga diam. Anak-anak Kodrat Muda menggenggam tangan mereka.
“Ilmu bukan pusaka yang ditimbun.Kalau cuma disimpan, dia jadi beban,” jawab Jiwo pelan.Gino melangkah.Jurus “Langit Kelabu” siap menghantam.Tapi Jiwo tak menghindar.Dia buka langkah pelan,Jurus “Daya Menyerap Getar”.
Seketika...Gino terpental mundur. Bukan karena pukulan,tapi karena jiwanya goyah.“Kau belum kalah, Gino... tapi kau sedang diajak pulang.”Satu per satu anak buah Gino mundur.Pasar kembali tenang.Dan Gino... menunduk, lalu pergi pelan,tanpa satu jurus pun sempat mendarat.
Bagian 12
Kodrat,Cinta,dan Jalan Pulang
Minggu pagi, di bawah pohon jambu,pasar dipenuhi anak-anak Kodrat Muda.Ada lomba jurus, tebak gerakan, dan bagi-bagi nasi bungkus.Jiwo duduk di pinggir bersama Ningsih.Wajahnya kini lebih ringan.Bukan karena hidup makin mudah,tapi karena beban batin telah diturunkan.
Darsan kini jadi pelatih utama.Ujang buka kedai es cincau di ujung pasar.Dan pasar Pasirwaja...jadi pasar paling tenang di kota itu.Ningsih menatap Jiwo.
“Mas Jiwo...Sampean nggak capek? Menjaga, melatih, bertarung... sendiri?”Jiwo tersenyum.“Kalau ada yang selalu di sampingku,kayak sampean ini... ya nggak pernah ngerasa sendiri.”
Mereka tertawa.Dan saat itu, seekor burung kecil lewat di atas kepala mereka.Melayang pelan, bebas, dan... pulang ke sarang.Ilmu Daya Kodrat bukan soal pukulan, bukan soal menang.Tapi soal bagaimana hati tetap bisa tenang... di tengah dunia yang ribut.
Selesai
✧✦✧