PEWARIS SUNGE RAJEH 14

Daftar Isi

BAB 14 
KEJADIAN TAK TERDUGA

Pagi itu, Dani berjalan santai di jalan setapak yang biasa ia lewati. Udara pagi terasa segar, dan suara ayam berkokok serta suara daun yang tertiup angin memberikan ketenangan yang langka di tengah hari-hari yang penuh dengan kekhawatiran.

Seperti biasa, Dani berjalan dengan langkah yang lebih pelan, mencoba menenangkan pikirannya. Hari-hari terakhir ini penuh dengan kesulitan, dari masalah di pasar hingga pekerjaan yang terasa tak kunjung selesai.

Namun, hari itu, rasanya lebih tenang. Setidaknya, itulah yang ia rasakan saat ia berjalan melewati tepian sungai yang sudah seperti rumah kedua baginya. Ada sesuatu dalam dirinya yang merasa lebih ringan.

Tiba-tiba, di tikungan jalan, Dani mendengar suara gaduh. Seperti teriakan yang tertahan, disusul suara langkah kaki yang cepat. Tanpa sadar, ia berhenti, menoleh ke arah suara itu. Dari balik pohon besar, seorang perempuan muda muncul dengan wajah cemas.Di belakangnya, dua pria bertubuh besar dengan wajah yang tidak bisa disembunyikan wajah marah,seperti orang yang tak takut apa pun.

Perempuan itu berlari, menoleh ke belakang dengan ketakutan. Dani bisa melihat ketakutan di matanya, dan tanpa berpikir panjang, ia berlari sedikit lebih cepat mendekat. Dalam sekejap, Dani sudah berada di depan mereka.

“Jangan dekati dia!” kata Dani dengan suara yang cukup tegas, meskipun ia tahu, pria-pria itu jauh lebih besar darinya.Pria pertama yang tampak lebih muda terhenti sejenak, bingung. “Apa urusannya kamu?” tanyanya kasar, melihat Dani dengan tatapan sinis.

Dani tidak menjawab, hanya menatap mereka. Ada sesuatu yang mengalir dalam dirinya,seperti perasaan yang ia rasakan saat mempelajari Asmak Sungai Rajeh. Ia tidak tahu apa yang membuatnya begitu tenang, tapi rasa takut yang biasanya muncul tidak terasa saat ini. Ia merasa, jika ia bisa membantu perempuan itu, maka ia akan lakukan.

Perempuan itu berdiri di belakang Dani, gemetar. “Tolong… tolong, Pak. Mereka ingin membawa saya,” suaranya hampir hilang karena ketakutan.

Dani menatap kedua pria itu. “Saya bilang, jangan dekati dia!” Suaranya kali ini lebih tegas. Ia tahu, jika ia tidak bisa membuat mereka mundur, hal buruk bisa terjadi.

Pria kedua, yang lebih tua dan lebih besar tubuhnya, mendekatkan dirinya ke Dani. “Kamu kira kamu siapa?” tanyanya, semakin mendekat. Ia mengangkat tangan, tampaknya akan menampar Dani.

Namun, tanpa bisa dijelaskan, Dani merasa tubuhnya bergerak sendiri. Gerakan yang lebih cepat dari yang bisa ia kontrol. Seperti ada sesuatu yang menuntun tubuhnya untuk menghindar. Tubuh Dani bergerak menghindar dengan gesit, dan pria itu tidak bisa menahan dirinya. Ia terhuyung, hampir jatuh ke tanah.

Dani berdiri diam, melihat pria itu mencoba mengatur langkahnya yang terguncang. Tubuhnya tidak bergerak seperti biasanya. Entah mengapa, ia bisa merasakan kekuatan yang mengalir begitu kuat, seperti air yang mengalir melalui tubuhnya, tanpa ada yang menghalangi.

Kedua pria itu mulai merasa cemas. Mereka tidak mengira Dani akan melawan. Meskipun tubuh Dani lebih kecil, ada sesuatu dalam dirinya yang membuat mereka ragu.“Pergi!” Dani berkata lagi, suara lebih kuat, lebih dalam, tanpa rasa takut. “Jangan ganggu dia.”

Perempuan itu, yang masih berdiri di belakang Dani, akhirnya bergerak sedikit, berjalan menjauh. Ia masih takut, tetapi ia tahu, dengan Dani di sana, ada sedikit harapan.

Pria yang lebih muda itu akhirnya mundur, menarik temannya yang lebih besar. Mereka berdua menatap Dani dengan tatapan penuh kebencian, namun tidak berkata apa-apa lagi. Perlahan-lahan, mereka berdua berjalan mundur, pergi ke arah yang berlawanan.

Dani berdiri diam, menatap kedua pria itu hingga mereka menghilang dari pandangan. Ia merasa tenang, meskipun tubuhnya masih sedikit gemetar. Rasa takut yang biasanya muncul saat menghadapi kekerasan, tak datang kali ini. Ia tahu, Asmak Sungai Rajeh membantu, tetapi juga ada perasaan yang lebih dalam, yang mengalir bersama kekuatan itu.

Perempuan itu berlari mendekat, matanya penuh rasa terima kasih. "Terima kasih... terima kasih banyak, Pak!" katanya dengan suara bergetar. “Mereka… mereka ingin membawa saya, entah ke mana. Saya takut sekali.”

Dani hanya mengangguk pelan. “Sudah, tidak apa-apa,” jawabnya sederhana. Ia merasa sedikit canggung, tidak tahu harus berkata apa lagi. Namun, hatinya terasa sedikit lebih ringan. Kadang, menolong tanpa berpikir itu lebih baik, pikirnya.

“Nama saya Lia,” perempuan itu berkata sambil mengulurkan tangan. “Saya tinggal di ujung desa sana. Terima kasih sekali lagi, Pak…”Dani tersenyum kecil, tidak tahu harus bagaimana. "Dani. Saya cuma… kebetulan lewat."

Lia mengangguk, meski wajahnya masih penuh rasa takut. "Saya tak tahu apa yang akan terjadi kalau Anda tidak datang, Pak. Mereka itu bukan orang biasa. Kalau saya tidak lari tadi, saya pasti sudah dibawa."“Tidak perlu khawatir,” kata Dani, meskipun ia merasa sedikit aneh. “Semuanya sudah selesai.”

Lia mengangguk pelan, mengucapkan terima kasih lagi, dan berjalan perlahan menuju jalan pulang. Dani melihatnya hingga hilang di balik tikungan, kemudian ia kembali berjalan menuju rumah.

Malam itu, saat kembali di rumah, Dani merasa ada hal yang belum ia mengerti sepenuhnya. Ada sesuatu yang ia rasakan dalam dirinya, kekuatan yang datang begitu saja, meskipun ia tidak menginginkannya. Asmak Sungai Rajeh bukanlah ilmu yang dipelajari untuk menjadi pahlawan, tapi ia tahu, dalam keadaan tertentu, ia bisa mengandalkannya.

BAB 15 
TERSEBAR DARI MULUT KEMULUT

Awalnya, tidak ada yang tahu tentang kemampuan Dani. Ia hanya seorang pemuda biasa, yang sehari-harinya bekerja keras membantu orang tua dan menjalani kehidupannya seperti orang desa pada umumnya. Dani tidak pernah merasa dirinya istimewa. 

Semua yang ia pelajari tentang Asmak Sungai Rajeh adalah untuk dirinya sendiri untuk menjaga keseimbangan hidup, untuk lebih memahami diri. Namun, hidup kadang membawa kita ke tempat yang tak terduga, seperti halnya kemampuan yang kini mulai dikenal oleh banyak orang.

Segalanya dimulai dengan kejadian kecil, yang pada awalnya tidak ia sadari sebagai sesuatu yang luar biasa.

Hari itu, saat Dani baru saja selesai mengerjakan beberapa pekerjaan rumah dan hendak pergi ke warung kopi, ia melewati rumah Pak Hadi, tetangganya yang sering terlihat sakit-sakitan. Pak Hadi sudah tua, dan tubuhnya selalu tampak lemas, tak pernah benar-benar pulih dari berbagai penyakit yang dideritanya.

Pak Hadi, yang mendengar langkah kaki Dani, memanggilnya dari depan rumah."Dani, nak... datang sebentar ke sini," katanya pelan.Dani menghentikan langkahnya dan mendekat. "Ada apa, Pak Hadi?" tanya Dani dengan penuh perhatian.

Pak Hadi mengeluh pelan, sambil memegang dadanya. "Tadi pagi, saya merasa sesak, tidak bisa bernapas dengan baik. Sudah ke dokter, sudah dikasih obat, tapi nggak ada perubahan. Rasanya tambah berat. Saya nggak tahu harus bagaimana."

Dani terdiam sejenak. Ia tahu, Pak Hadi sudah mencoba berobat ke dokter, tapi tak ada hasil yang memuaskan. Dengan hati-hati, Dani meletakkan tangan di dada Pak Hadi, seperti yang diajarkan Mbah Wiryo. Asmak Sungai Rajeh yang selama ini mengalir dalam tubuhnya, kini mulai bergerak dengan sendirinya. Tanpa berpikir, Dani membaca doa kecil, berharap bisa membantu.

Beberapa menit kemudian, Pak Hadi mulai merasakan perubahan. Wajahnya yang sebelumnya pucat mulai sedikit cerah. "Alhamdulillah... rasanya lebih ringan, Dani. Saya bisa bernapas lebih lega," katanya dengan suara penuh rasa syukur.

Dani hanya tersenyum, meskipun hatinya masih merasa ragu. "Semoga Bapak cepat sembuh," jawabnya.

Namun, kejadian itu mulai menyebar dengan cepat. Tidak ada yang tahu pasti bagaimana kabar itu tersebar, tapi setelah beberapa hari, orang-orang mulai datang satu per satu ke rumah Dani, mencari bantuan. Dari mulut ke mulut, kabar tentang kemampuan Dani menyembuhkan penyakit mulai diketahui warga.

Awalnya, Dani hanya membantu orang yang dekat dengannya,tetangga atau teman-teman yang merasa kesulitan. Namun, semakin hari, semakin banyak orang datang padanya. Mereka bukan hanya orang yang sakit ringan, seperti flu atau batuk, tetapi ada yang datang dengan keluhan yang lebih serius.

Suatu sore, Bu Siti, ibu dari anak yang sering bermain dengan Dani, datang dengan wajah cemas. “Dani, anak saya, Hadi, sudah seminggu ini sakit panas tinggi, dan tubuhnya lemas. Saya sudah bawa ke puskesmas, tapi katanya hanya gejala biasa. Tapi anak saya tak kunjung membaik.”

Dani merasa cemas, tapi ia tahu, jika bisa membantu, ia akan mencoba. Ia tidak bisa berkata tidak. Bu Siti adalah ibu yang baik, selalu ramah pada Dani, dan ia merasa ini saatnya untuk mencoba mengaplikasikan apa yang telah ia pelajari.

“Bawa dia ke sini, Bu Siti,” jawab Dani dengan tenang, meskipun hatinya berdebar.

Setibanya di rumah Dani, Hadi, anak Bu Siti, tampak terbaring lemah di ranjang. Tubuhnya demam, wajahnya pucat, dan napasnya terasa terengah-engah. Dani duduk di samping Hadi, meletakkan tangannya di dada Hadi, seperti yang ia lakukan pada Pak Hadi sebelumnya.Ia merasakan tubuh Hadi yang panas,seperti ada api di dalam tubuhnya.

Dani menenangkan dirinya, lalu mulai membaca doa kecil, mencoba merasakan aliran energi dalam tubuhnya. Asmak Sungai Rajeh mengalir melalui tubuhnya, membawa ketenangan dalam setiap helaan napasnya.

Beberapa menit berlalu, dan perlahan-lahan, Hadi mulai terlihat lebih tenang. Napasnya yang terengah-engah perlahan mulai kembali normal. Bu Siti berdiri di samping Dani, melihat dengan cemas. Setelah beberapa waktu, Hadi membuka matanya, dan matanya yang sebelumnya sayu kini tampak sedikit cerah.

“Mama !!” suara Hadi terdengar lemah, tetapi lebih jelas. Bu Siti menangis bahagia, memeluk anaknya.“Terima kasih, Dani...” kata Bu Siti, suaranya penuh rasa terima kasih, namun ia masih terisak.Dani hanya tersenyum kecil. “Tidak apa-apa, Bu. Semoga cepat sembuh, Hadi.”

Sejak kejadian itu, lebih banyak orang datang ke rumah Dani, dengan berbagai macam penyakit,dari yang ringan hingga yang lebih parah. Tidak ada yang memintanya untuk menjadi seperti ini, tetapi entah bagaimana, Dani mulai merasa bahwa ini adalah jalan yang harus ia jalani. Setiap kali ia menyembuhkan seseorang, ia merasa ada yang lebih besar mengalir dalam dirinya, namun bukan rasa sombong, melainkan rasa tanggung jawab.

Suatu hari, seorang pria yang baru datang ke desa mendekat ke rumah Dani. “Dani, saya dengar kamu bisa membantu orang yang sakit. Saya sudah berkeliling ke beberapa tempat, tapi istri saya, Marni, sudah tak bisa bergerak. Dia lumpuh, dan tak ada yang bisa membantu.”

Dani mengangguk, meskipun ia tahu ini akan lebih sulit. “Bawa dia ke sini. Saya akan coba bantu.”

Pria itu, dengan wajah cemas, membawa istrinya yang sudah hampir tidak bisa bergerak. Dengan perlahan, Dani meletakkan tangan di tubuh Marni yang lemas. Asmak Sungai Rajeh mengalir, dan Dani merasakan setiap ketegangan yang ada. Ia memusatkan pikirannya, membaca doa dengan penuh harapan.

Hanya beberapa menit berlalu, dan Marni mulai merasakan sedikit perbedaan. Wajahnya yang semula kaku kini sedikit lebih rileks. Tangan Dani yang masih terpegang di tubuh Marni, merasakan perubahan kecil,suatu tanda bahwa tubuh Marni mulai merespons.

Seperti sebelumnya, Dani tidak merasa dirinya luar biasa. Ia hanya melakukan apa yang bisa ia lakukan, apa yang ia pelajari. Namun, bagi banyak orang, keberadaannya mulai menjadi harapan. Asmak Sungai Rajeh mungkin bukan jawaban untuk segalanya, tetapi ia sudah cukup untuk membantu orang-orang yang membutuhkan.

Hari-hari berlalu, dan semakin banyak orang yang datang ke rumah Dani, tidak hanya untuk mengobati penyakit, tetapi juga untuk mencari harapan. Dani tidak pernah merasa besar atau lebih dari orang lain. Ia tahu, ini adalah bagian dari takdirnya, bagian dari perjalanan yang harus ia jalani.

Ia tidak memandang dirinya sebagai penyelamat. Ia hanya seorang pemuda desa yang mencoba membantu orang lain dengan apa yang ia bisa. Asmak Sungai Rajeh mungkin bisa menyembuhkan, tapi Dani tahu, ada banyak hal yang tak bisa ia ubah. Namun, satu hal yang ia pahami: selama ia bisa memberikan sedikit kebaikan, hidup ini akan lebih berarti.

BAB 16 
KABAR ITU MENYEBAR

Beberapa bulan setelah kejadian pertama kali Dani mulai membantu orang-orang, ia merasa ada perubahan yang nyata dalam hidupnya. Tidak hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang bagaimana orang-orang melihatnya. Dulu, ia hanya seorang pemuda biasa, yang hanya dikenal oleh tetangga dekatnya.

Tapi kini, setiap minggu, selalu ada saja orang yang datang mencari bantuan. Mereka datang dari desa sebelah, atau bahkan dari tempat yang lebih jauh, mendengar kabar tentang Dani yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit dengan Asmak Sungai Rajeh.

Kabar tentang kemampuannya tersebar begitu cepat, seperti api yang menyala di tengah angin. Orang-orang datang dengan berbagai keluhan,ada yang sakit kepala bertahun-tahun, ada yang perutnya sering sakit, bahkan ada yang datang dengan penyakit lebih parah, berharap Dani bisa menolong. Tidak ada yang datang dengan harapan kosong. Mereka datang dengan percaya bahwa Dani bisa memberi mereka sedikit harapan.

Namun, Dani tidak pernah merasa dirinya luar biasa. Ia hanya merasa bahwa Asmak Sungai Rajeh adalah jalan yang ia pilih untuk membantu. Meski semakin banyak orang yang datang, ia tetap menjalani hidupnya seperti biasa bekerja di sawah, membantu orang tua, dan menyelesaikan pekerjaan rumah yang biasa.

Setiap kali ada yang datang, Dani selalu berusaha memberikan yang terbaik. Tidak ada rasa pamer, tidak ada rasa ingin dihormati. Ia hanya ingin menolong. Namun, tak bisa dipungkiri, usahanya semakin dikenal banyak orang. Beberapa dari mereka bahkan mengajak teman atau keluarga mereka untuk datang.

Suatu pagi, setelah selesai bekerja di sawah, Dani duduk di depan rumahnya, menikmati secangkir teh hangat. Hari itu, udara terasa lebih sejuk dari biasanya. Tak lama, seorang lelaki tua datang menghampirinya. Pak Budi, tetangga yang tinggal di ujung desa, terlihat cemas, berjalan perlahan menuju rumah Dani.

"Dani, saya dengar kamu bisa membantu orang yang sakit. Tolong bantu anak saya," kata Pak Budi dengan suara cemas, memegang tangan Dani dengan erat.Dani menatapnya bingung. "Ada apa, Pak Budi?"

Pak Budi menghela napas panjang. "Anak saya, Joko, sudah dua hari ini tidak bisa bangun dari tempat tidur. Badannya panas sekali, dan saya sudah bawa ke dokter, tapi tidak ada perubahan. Saya dengar dari beberapa orang bahwa kamu bisa membantu."

Dani terdiam sejenak, mencoba menilai situasi. Ia ingat betul apa yang diajarkan Mbah Wiryo, bahwa Asmak Sungai Rajeh tidak selalu bekerja dengan cepat. Terkadang, ada hal-hal yang harus ditunggu, dan ada juga yang tidak bisa disembuhkan hanya dengan kekuatan ilmu.

Namun, melihat Pak Budi yang cemas, Dani tahu ia tidak bisa mengabaikan permintaannya. "Bawa Joko ke sini, Pak," kata Dani dengan tenang.Setelah beberapa saat, Pak Budi kembali dengan Joko yang tampak sangat lemah. Wajahnya pucat, dan matanya terpejam. Joko tampak tak sadarkan diri, hanya sesekali bergerak seperti sedang terperangkap dalam tidur yang panjang.

Dani duduk di samping Joko, merasakan ketegangan yang ada. Ia tahu, ini bukan perkara mudah. Asmak Sungai Rajeh bisa membantu, tetapi Dani juga sadar bahwa ada hal-hal yang lebih besar dari sekadar kekuatan fisik. Ia merasakan getaran yang aneh, seperti ada energi yang menghalangi tubuh Joko untuk sembuh.

Dani menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan dirinya. Ia meletakkan telapak tangannya di atas kepala Joko. Perlahan, ia mulai membaca doa yang ia pelajari dari Mbah Wiryo. Asmak Sungai Rajeh mulai mengalir. Dani bisa merasakan aliran energi dalam tubuhnya, mengalir ke dalam tubuh Joko, mencoba untuk menenangkan dan menghapus rasa sakit yang ada.

Namun, setelah beberapa menit, Dani merasa ada sesuatu yang menghalangi. Tubuh Joko yang lemas semakin dingin. Dani membuka matanya, dan melihat Pak Budi yang menatapnya dengan cemas.

"Apa yang terjadi, Dani?" tanya Pak Budi dengan suara pelan.Dani terdiam sejenak, mencoba menenangkan diri. "Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa, Pak. Terkadang, kekuatan itu datang perlahan. Saya akan coba lagi."

Dani kembali memusatkan perhatian, berusaha untuk membuka jalur aliran energi di dalam tubuh Joko. Ia merasa Asmak Sungai Rajeh berusaha untuk masuk lebih dalam, lebih kuat. Perlahan, tubuh Joko mulai terasa lebih hangat. Napasnya yang terengah-engah mulai lebih teratur, dan akhirnya, ia membuka matanya.

Joko tersadar, tampak bingung. “Pak... Pak Budi?” katanya dengan suara lemah, matanya berkaca-kaca.Pak Budi, yang sudah tidak tahan menahan kekhawatiran, langsung memeluk anaknya. “Anakku, kamu sudah sembuh...” katanya, sambil menangis terharu.

Dani hanya tersenyum, meskipun dalam hatinya, ia merasa campur aduk. “Syukurlah, Pak. Semoga dia cepat pulih,” jawab Dani pelan.

Setelah kejadian itu, Dani merasa semakin dikenal oleh orang-orang. Ada yang datang karena mendengar kabar dari Pak Budi, ada yang datang karena mendengar dari tetangga. Setiap hari, ada saja yang datang ke rumahnya, berharap bisa disembuhkan. Namun, Dani tidak pernah merasa besar hati. Ia hanya merasa, bahwa ini adalah jalan hidup yang harus ia jalani.

Tetapi, satu hal yang Dani mulai mengerti: ilmu yang ia pelajari bukan hanya untuk menolong orang lain, tetapi juga untuk dirinya sendiri. Asmak Sungai Rajeh mengajarkan lebih dari sekadar menyembuhkan. Itu mengajarkan ketenangan, mengajarkan bahwa tidak ada yang bisa datang begitu saja tanpa usaha dan doa.

Suatu hari, saat duduk di bawah pohon besar dekat rumahnya, Dani kembali teringat pada Mbah Wiryo. Kata-kata Mbah Wiryo terngiang di telinganya: “Ilmu ini bukan untuk disombongkan. Ini untuk memberi. Bukan hanya untuk mengubah orang lain, tetapi untuk mengubah dirimu.”

Dani mengerti sekarang. Asmak Sungai Rajeh bukan hanya memberi kekuatan untuk menyembuhkan, tetapi juga untuk belajar menerima dan memberi tanpa pamrih.

BAB 17 
HIDUP YANG MENGALIR DENGAN AJAIB

Malam itu, angin berhembus pelan, membawa hawa sejuk ke desa yang kini terasa lebih damai. Dani duduk di depan rumahnya, di bawah pohon besar yang sudah tua. Dari jauh, ia bisa melihat lampu-lampu rumah yang mulai redup, menandakan bahwa malam telah datang. Udara malam selalu memberi kedamaian, seperti mengingatkan semua orang untuk berhenti sejenak dan merenung.

Dani menatap langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, merasakan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kehidupan sehari-hari. Dalam dirinya, ada rasa syukur yang tak terucapkan.

Ia mengingat kembali semua yang telah terjadi. Sejak pertama kali bertemu dengan Mbah Wiryo, hidupnya sudah jauh berbeda. Dulu, ia hanya seorang pemuda desa yang bingung dengan jalan hidupnya, yang merasa tak ada arah. Semua itu berubah saat ia duduk bersama Mbah Wiryo di tepi Sungai Rajeh, mendengarkan kata-kata yang sederhana, namun penuh makna.

"Ilmu ini bukan untuk menjadikanmu besar, Dani," kata Mbah Wiryo waktu itu, "Ilmu ini untuk memberi, untuk menolong, untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya."

Dani masih ingat jelas bagaimana Mbah Wiryo mengajarkan doa, gerakan tangan yang lembut, dan bagaimana merasakan aliran energi dalam tubuh. Semua terasa baru bagi Dani, tetapi setiap kali ia mempraktikkannya, ia merasakan ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Asmak Sungai Rajeh tidak hanya memberi kekuatan untuk menyembuhkan, tetapi juga memberi ketenangan dalam diri yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Hari demi hari, ia berlatih dengan tekun. Meski banyak yang tidak mengerti, meski banyak yang ragu, Dani tetap berjalan, percaya pada apa yang diajarkan oleh Mbah Wiryo. Terkadang, ia merasa bingung, merasa ragu, tetapi selalu ada suara di dalam hatinya yang berkata, "Teruslah berjalan."

Sekarang, setelah bertahun-tahun, Dani duduk di sini, di depan rumahnya, dengan kehidupan yang jauh berbeda dari dulu. Usahanya kini makmur, bukan hanya dari hasil fisik, tetapi juga dari hati yang selalu memberi.

Setiap hari, orang-orang datang kepadanya, bukan hanya untuk meminta obat atau pertolongan, tetapi juga untuk mendengarkan kata-kata sederhana yang bisa memberi mereka harapan. Dani tidak pernah merasa hebat, tetapi ia merasa bahwa inilah jalan yang harus ia jalani. Ini adalah kehidupan yang penuh makna, kehidupan yang memberi, dan kehidupan yang membawa kedamaian.

Kehidupan yang Penuh Keharmonisan

Dani melihat ke dalam rumah. Di sana, istrinya, Siti, sedang duduk di meja makan, tertawa bersama anak-anak mereka. Anak pertama mereka, Dito, kini sudah beranjak remaja, sementara si kecil, Nia, sudah mulai bisa berjalan. Setiap hari, Dani merasakan kebahagiaan yang sederhana, tetapi penuh makna. Mereka adalah alasan utama mengapa ia bekerja keras, mengapa ia terus berusaha memberikan yang terbaik.

Anak-anaknya, meski masih kecil, sudah mulai memahami bahwa ada sesuatu yang istimewa dalam diri ayah mereka. Dito, yang sering bermain di sekitar rumah, terkadang melihat ayahnya sedang duduk di depan rumah, menenangkan diri, seperti ada sesuatu yang berhubungan dengan alam. "Ayah, kenapa duduk lama-lama di luar? Mau ke mana?" tanya Dito dengan polos.

Dani hanya tersenyum, mengusap kepala anaknya. "Tidak ke mana-mana, Dito. Ayah hanya ingin merasa tenang sejenak. Kadang, hidup itu butuh sedikit waktu untuk berhenti dan merenung."

Siti yang mendengar itu tertawa kecil. "Ayahmu memang aneh, Dito. Tapi itulah yang membuatnya berbeda."

Dani tersenyum mendengar itu, merasa hangat di dalam hatinya. Kehidupan yang ia jalani sekarang jauh berbeda dari dulu. Semua yang ia lakukan, ia lakukan dengan hati yang tenang, dengan niat yang tulus. Tidak ada lagi rasa ragu atau ketakutan. Ia tahu bahwa hidup ini memang penuh dengan tantangan, tapi ia percaya, selama ia berjalan dengan hati yang bersih, semua akan berjalan dengan baik.

Flashback Singkat : Pertemuan dengan Mbah Wiryo

Pikirannya melayang kembali ke masa lalu, saat ia pertama kali bertemu dengan Mbah Wiryo. Saat itu, ia hanya seorang pemuda desa yang sedang bingung dengan hidupnya. Mbah Wiryo adalah sosok yang selalu tenang, meskipun usianya sudah sangat tua. Wajahnya yang keriput, namun matanya tetap tajam. Dani ingat, bagaimana saat itu ia mendekat, dan Mbah Wiryo hanya tersenyum sambil berkata, "Kamu mencari apa, anak muda?"

Saat itu, Dani hanya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya merasa kosong, tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam hidupnya. Tapi Mbah Wiryo tidak menunggu jawaban. Dengan sabar, ia mengajarkan Dani tentang Asmak Sungai Rajeh, tentang bagaimana cara menenangkan pikiran dan merasakan aliran energi dalam tubuh. "Ilmu ini tidak untuk dipamerkan. Ini untuk diri sendiri. Ini untuk memberi," kata Mbah Wiryo, dengan suara lembut yang tetap mengandung kekuatan.

Dani tidak pernah melupakan itu. Mbah Wiryo mengajarkan lebih dari sekadar ilmu penyembuhan. Ia mengajarkan tentang kehidupan, tentang ketenangan, tentang bagaimana melihat dunia dengan mata yang lebih jernih. Saat Mbah Wiryo meninggal, Dani merasa kehilangan, tetapi ia tahu, ajaran Mbah Wiryo akan selalu hidup dalam dirinya.

Kehidupan yang Tenang dan Penuh Makna

Sekarang, Dani menatap keluarganya, merasa sangat bersyukur. Meskipun hidupnya tidak sempurna, ia tahu bahwa ia sudah berada di jalan yang benar. Usahanya tidak hanya berkembang, tetapi yang lebih penting, ia bisa memberi manfaat kepada orang lain. Asmak Sungai Rajeh tidak hanya memberinya kekuatan untuk menyembuhkan, tetapi juga untuk menjalani kehidupan dengan lebih damai.

Saat ia duduk di sana, bersama keluarganya, di bawah pohon besar yang telah lama tumbuh di depan rumahnya, Dani tahu bahwa ia telah menemukan sesuatu yang lebih berharga daripada segala kekayaan materi. Ia telah menemukan kedamaian, menemukan tujuan hidup yang sejati.

Asmak Sungai Rajeh yang ia pelajari bukan hanya tentang menyembuhkan tubuh, tetapi juga tentang menyembuhkan hati. Ia tahu, ini adalah perjalanan yang tidak akan pernah selesai, tetapi ia siap menjalani setiap langkahnya dengan penuh rasa syukur.

Di bawah sinar bulan yang lembut, Dani menatap ke langit yang penuh bintang, mengingat Mbah Wiryo, yang selalu mengajarkan bahwa ilmu bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk memberi. Dalam hati, ia berbisik, “Terima kasih, Mbah Wiryo. Semua yang aku miliki sekarang, adalah berkat ajaranmu.”

Dan dengan itu, Dani merasa bahwa hidup ini sudah cukup. Ia tidak perlu lebih dari ini. Karena pada akhirnya, hidup yang sederhana, penuh dengan kasih sayang dan ketulusan, adalah kehidupan yang paling berharga.


Tamat.



✧✦✧