PENGELANA KAROMATHUL GHOIB 4
Seharian aku ngerasa beda.Bukan sakit, bukan juga masuk angin. Tapi kayak... badan ini gak sepenuhnya “nempel” di bumi.Kayak ada yang ngambang, tipis, ringan.Tapi tetap bisa makan, bisa ngopi, bisa nyebokin cucian piring kos yang numpuk.
Aku coba jalani hari seperti biasa.Ke warung, ketemu tetangga kos, senyum-senyum, tapi dalam hati...ada yang terus getar.Pas sorenya, aku buka lagi buku itu.Sambil duduk di pojok kasur, buku kubuka pelan.Halaman yang kemarin kututup, sekarang ada tambahan tulisan.Tapi aku yakin, aku gak nulis itu.
“Ujian raga dua akan datang dalam sunyi.Ketika dunia memejam, tubuhmu tetap terjaga.Jangan panik. Jangan balik sebelum waktunya.Diam. Rasakan. Biarkan jiwamu keluar sendiri.”
Mataku nanar.Sampai detik itu, aku belum mengerti betul...Ini buku siapa. Ini ilmu apa.Dan kenapa seolah-olah... dia tahu apa yang akan terjadi dalam hidupku, bahkan sebelum aku tahu sendiri.Tapi aku juga belum curiga kalau ini adalah bagian dari amalan ilmu Karomathul Ghoib.Bagiku saat itu, semua ini cuma... kejadian aneh yang kebetulan terus datang satu per satu.Ya namanya juga hidup, kadang aneh, kadang diem-diem bawa arah.
Malamnya, aku tidur seperti biasa.Lampu kamar kupadamkan.Buku kuselipkan di bawah bantal, seperti malam sebelumnya.Tapi belum satu jam tidur, aku kebangun.Padahal badanku masih rebah.Mataku terbuka. Tapi anehnya...aku bisa lihat tubuhku sendiri.
Kupandangi kasur.Aku lihat diriku sendiri... masih tidur.Nafasnya pelan. Tangan di atas perut.Tapi jiwaku... melayang di atasnya, sekitar sejengkal dari kasur.Aku gak takut.Tapi juga gak tenang.Antara kagum dan bingung.
“Ini apa...?Aku mimpi?Tapi kok... nyata?”Ruangan tetap sama.Tapi warna dinding jadi lebih pucat.Lampu mati, tapi entah kenapa aku bisa lihat segalanya jelas.Dan suara... hilang.Kayak dunia ini cuma ada aku dan... hening.
Tiba-tiba, dari sudut kamar yang gelap, muncul kabut tipis.Kabut itu melingkar, gak ada suara, tapi menyebar pelan.Dari dalam kabut itu, samar-samar muncul siluet bayangan.Tinggi. Diam. Hanya berdiri.Dia gak bergerak, tapi aku tahu dia memperhatikan.
“Kamu sedang dicoba, Suryo...”Suaranya gak lewat telinga, tapi langsung masuk ke dada.“Ini tubuh keduamu. Ini ragamu yang bisa menjelajah.”
“Tapi belum saatnya kamu berjalan terlalu jauh.”Aku ingin bertanya,tapi tubuhku gak bisa bicara.Hanya hati yang terasa nyaut pelan,“Ini... awal dari apa?”Dia jawab lagi.“Ilmu ini... akan membuka matamu, bukan hanya untuk melihat dunia...tapi juga menembus yang tak terlihat.Tapi kamu belum sadar, Suryo.Kamu belum tahu, ini semua adalah jalan ilmu Karomathul Ghoib.”
Aku kaget.Karomathul Ghoib?Aku belum pernah dengar.Tapi hatiku tiba-tiba hangat. Seperti mendengar nama yang...seharusnya memang aku temui sejak dulu.Bayangan itu perlahan menghilang.
Kabut menguap.Dan aku kembali ke tubuhku.Pelan.Seperti air masuk ke gelas.Aku bangun dengan peluh di dahi.Tapi kali ini... gak ngos-ngosan.Justru... rasanya tenang.Tapi di dadaku, ada sesuatu yang berbeda.Seperti... ruang yang dulu kosong, sekarang mulai terisi.Buku itu kutarik dari bawah bantal.Kubuka halaman baru.Ada satu kalimat yang tiba-tiba tertulis di situ:
“Selamat, kamu telah melewati gerbang raga dua.Kamu belum tahu siapa dirimu. Tapi Ilmu Karomathul Ghoib telah mengenalmu.”
Aku memejamkan mata.Dan untuk pertama kalinya dalam hidupku...aku merasa dikenali, bukan sebagai siapa-siapa,tapi sebagai seseorang yang sedang menuju takdirnya.
Setelah malam itu,malam ketika aku keluar dari tubuhku sendiri,hari-hariku gak lagi sama.Bukan berubah drastis.Bukan tiba-tiba bisa nerawang masa depan atau manggil tuyul.Tapi lebih ke... rasa.Ada rasa bahwa dunia ini lebih luas dari yang kelihatan.
Aku mulai sering diam.Bukan karena sedih, tapi karena sibuk mikir.Soal suara-suara yang kadang muncul saat aku sendirian.Soal bayangan kecil di pojok ruangan, yang kadang cuma numpang lewat terus hilang.Dan... soal buku itu. Yang tiap malam seperti nambah tulisan sendiri.
Di satu malam, aku mimpi lagi.Tapi kali ini beda.Mimpinya gak gelap.Aku berjalan di jalan setapak, tanah merah, berkelok. Di kiri kanan cuma ilalang tinggi dan kabut.Lalu, samar-samar... ada suara.
“Kalau kau ingin tahu siapa dirimu,kalau kau ingin tahu apa itu Karomathul Ghoib...carilah Ustad Walid. Di lereng Gunung Mlipir.Dia tidak menunggu, tapi dia tahu kau akan datang.”Aku terbangun dengan peluh lagi.Tapi kali ini... aku tersenyum kecil.Karena ada arah.Ada nama.Dan entah kenapa, namanya terasa akrab di hati. Ustad Walid.
Besoknya, aku langsung berkemas.Cuma bawa tas kecil, buku itu, dan uang sisa jual hape jadul.Perjalanan naik angkot, sambung ojek, lalu jalan kaki.Kata tukang warung yang aku tanya,“Kalau Ustad Walid sih... yang tinggal di pondok kecil bawah pohon beringin, deket sumber air. Tapi jarang keluar. Orangnya sunyi.”
Setelah ngos-ngosan mendaki jalan tanah, akhirnya aku sampai.Ada gubuk kecil. Dinding dari anyaman bambu. Di depannya ada ayunan kayu.Dan benar, di sana duduk seorang lelaki tua, pakai sarung, baju putih, peci miring, minum teh dari cangkir email yang udah penyok.Dia melihatku sebentar, lalu tersenyum.
“Kamu telat sehari,” katanya ringan.“Tapi gak apa-apa. Jalan yang berat memang gak bisa dipaksa cepat.”
Aku kaget !.Belum kenalan, belum bilang maksud kedatanganku, dia udah ngomong kayak gitu.“Masuk, Le...Sudah waktunya kamu tahu,kamu ini siapa.”Hari-hari bersama Ustad Walid.
Awalnya kupikir bakal kayak santri mondok: belajar kitab, baca dzikir, puasa, ngaji malam.Tapi ternyata... lebih aneh dari itu.Malam pertama aku tidur di pondok beliau, aku dengar suara kentut.Tapi gak dari perut.Suara kentutnya dari arah pohon pisang belakang rumah.
Lalu... suara ketawa kecil.Dan anehnya, ketawanya cempreng... kayak anak kecil.“Ustad, itu siapa?”“Itu cuma pocong penasaran, Le. Kadang iseng. Biasanya kalau ada tamu baru.”“Lho? Serem dong?”“Yang serem itu kalau kamu punya hutang tapi masih sempat tidur siang.”Besok paginya, saat mandi di pancuran belakang rumah...
Aku lihat bayangan melintas.Wujudnya kayak nenek-nenek gendong keranjang.Tapi... keranjangnya kosong. Dan dia jalan di udara.
Aku teriak !.Ustad Walid datang sambil bawa gayung.“Lho kamu kenapa?”“Ustad... itu tadi, di pohon... ada nenek! Jalan di udara!”“Oalah... itu si Mbok Sari. Dulu tukang sayur, tapi gak ikhlas mati karena ditipu rentenir. Jadi masih muter-muter sini. Tapi tenang, dia gak ganggu. Palingan minta daun singkong.”
Aku diam.Antara ngeri dan... pengen ketawa.Baru kali ini lihat hantu yang kayaknya... biasa aja.Bahkan lebih sopan daripada beberapa tetanggaku di kos dulu.
Hari demi hari, aku mulai paham.Ustad Walid gak ngajari aku jurus.Tapi ngajari aku “melihat”.Melihat bukan cuma pakai mata, tapi pakai batin.Bahwa dunia ini ada dua sisi. Yang nampak dan yang tersembunyi.“Kamu sudah diberi, Le,” katanya suatu malam.“Tapi belum kamu pahami.”
“Ilmu Karomathul Ghoib itu bukan ilmu kebal, bukan ilmu sakti-saktian.Tapi ilmu mengenal. Mengenal dirimu sendiri, mengenal sekitarmu, mengenal apa yang tak terlihat.”Aku belum sepenuhnya paham.Tapi sejak tinggal di pondok ini, aku mulai merasa:
Aku bukan orang aneh yang kebetulan dapat buku.Aku adalah orang biasa... yang dituntun menuju luar biasa, lewat jalan sunyi.Dan semua ini baru permulaan.
SIAPA SEBENARNYA SURYO?
Sebenarnya sudah kuperkanalkan siapa diriku sebelumnya di prolog atas.hmm mungkin diantara kalian ada yang belum mengenalku sepenuhnya,okelah kalau begitu saya perjelas dikit."Namaku Suryo.
Kalau orang kampungku ditanya, “Suryo itu siapa?”Jawaban mereka beda-beda…tapi semuanya bikin telinga panas.“Oh itu... anak si Pak Raji. Lulusan SMA, tapi kerja gak tentu.”
- “Yang sering nganggur, tuh. Kadang jadi kenek, kadang jual pulsa, kadang gak jelas.”
- “Yang suka duduk sendiri di pojokan warung, ngerokok sambil melamun, kayak orang stress.”
- “Yang suka ngilang-ngilang, katanya cari kerja, ujung-ujungnya pulang bawa utang.”
- “Yang kalau lebaran jarang ke masjid.”
- “Yang sholatnya... banyakan liburnya.”
Iya, itu aku.Suryo!.Pemuda luntrang-luntrung yang hidupnya ngambang.Pekerjaan tak tetap, cita-cita gak jelas,bahkan keberadaan di rumah sendiri pun terasa gak diterima.Aku anak kedua dari tiga bersaudara.Yang sulung kerja di kota, jadi PNS. Dihormati, dijadikan panutan.Adikku yang paling kecil malah lagi kuliah. Disayang ibuku setengah mati.
Sedangkan aku?Di rumah dianggap beban.“Kamu ini kalau gak bisa bantu keluarga, ya jangan malah bikin malu,” kata Bapak suatu malam.“Mau jadi apa sih kamu? Hidup kok luntang-lantung.”“Kalau kamu anak orang lain, udah tak suruh minggat dari dulu,” sambung Ibu sambil ngelap piring.
Aku diam.Gak marah. Gak bales.Cuma masuk kamar, dan nangis pelan di bantal.Tapi gak lama. Karena aku tahu... air mata gak bisa beli beras.
Sholat? "Kadang iya, kadang nggak.Kalau lagi pengen, sholat lima waktu.Kalau lagi kesel sama dunia, ya bablas semua.Bukan sombong, tapi aku lebih sering kecewa sama diri sendiri daripada sama Tuhan.Karena rasanya... aku gak layak di hadapan siapa pun.
- Orang-orang bilang aku ini anak sial.
- Ke mana-mana gagal.
- Cari kerja ditolak.
- Bikin usaha bangkrut.
- Jualan online ketipu.
- Jadi kurir, motor digadaikan.
- Numpang di rumah orang tua, malah kayak numpang di rumah tetangga.
Bahkan waktu aku sakit keras seminggu,ibuku cuma bilang:“Coba kamu itu hidup lebih bener. Jangan suka ngelamun, jangan terlalu banyak tidur.Sakit itu ya gara-gara hidupmu gak jelas.”
Tapi, tahukah kalian...?? di balik itu semua, aku bukan gak punya hati.Aku cuma capek.Capek merasa gagal.Capek dibanding-bandingkan.Capek berusaha tapi selalu disalahkan.
Dan saat itulah...aku memutuskan pergi.Bukan kabur,tapi menyepi.Meninggalkan kampung bukan untuk cari uang,tapi untuk cari makna kenapa aku dilahirkan.
Dan ternyata ! keputusanku yang dianggap konyol itu,justru membawaku ke jalan yang tak disangka-sangka.Sebuah jalan sunyi.Yang dimulai dari mimpi aneh,buku tua dari pasar loak.dan kini! aku bertemu seorang guru bernama Ustad Walid,yang diam-diam tahu seluruh isi hatiku tanpa aku harus bicara panjang.
“Kamu ini bukan anak sial, Suryo,” kata beliau.“Kamu cuma... belum ketemu cahaya dari dalam dirimu sendiri.”Dan malam itu,aku menangis.Bukan karena dipukul nasib, tapi karena untuk pertama kalinya...ada orang yang gak melihatku dari kegagalanku.
✧✦✧